2 Monumen Bersejarah di Tangerang Selatan Banten, Ada Tragedi Mayor Daan Mogot & Kisah Kharismatik KH Ibrohim
WARTAJAWA – Tangerang Selatan tak hanya dikenal sebagai kota metropolitan dengan geliat modernisasi yang pesat, tetapi juga menyimpan jejak-jejak sejarah yang begitu bermakna bagi perjalanan bangsa. Di antara hiruk-pikuk kehidupan urban, terdapat dua monumen bersejarah yang menyimpan kisah heroik dan spiritual: Monumen Lengkong, tempat gugurnya Mayor Daan Mogot, dan Makam KH Ibrohim, tokoh karismatik penyebar Islam di wilayah Ciputat.
Monumen Lengkong menjadi saksi bisu tragedi berdarah pada 25 Januari 1946, ketika Mayor Daan Mogot bersama puluhan taruna militer tewas dalam baku tembak dengan pasukan Jepang yang belum menyerah. Peristiwa ini terjadi saat para pejuang muda dari Akademi Militer Tangerang hendak melucuti senjata pasukan Jepang di Kampung Lengkong, Serpong. Monumen ini kini berdiri tegak, dikelilingi taman rindang, sebagai pengingat atas keberanian luar biasa para patriot muda.
Bagi generasi muda, monumen ini tak sekadar batu dan prasasti. Ia menjadi simbol semangat pengorbanan dan keteguhan dalam merebut kemerdekaan. Setiap tahun, peringatan Lengkong Heroes Day digelar untuk mengenang jasa para taruna, sekaligus menanamkan nilai kepahlawanan pada pelajar dan masyarakat sekitar.
Baca juga: Dua Kepala Daerah Sepakat Benahi Pengelolaan Sampah di Bogor Raya
Sementara itu, di kawasan Ciputat, berdiri tenang Makam KH Ibrohim, seorang ulama besar yang dikenal tak hanya karena ilmunya, tetapi juga karismanya yang membawa pengaruh luas dalam penyebaran Islam di Banten Selatan. Dikenal sebagai sosok rendah hati dan bijaksana, KH Ibrohim mendirikan banyak majelis taklim dan madrasah yang masih aktif hingga kini.
Konon, KH Ibrohim memiliki kharisma luar biasa yang mampu menyatukan masyarakat dari berbagai latar belakang, termasuk saat masa-masa transisi kemerdekaan. Banyak tokoh nasional maupun daerah yang pernah bersilaturahmi ke kediamannya, menjadikannya sebagai rujukan moral dan spiritual.
Kini, makamnya menjadi tempat ziarah dan refleksi. Setiap bulan Maulid dan Ramadan, ratusan peziarah datang dari berbagai daerah, mendoakan sang ulama dan menyerap nilai-nilai perjuangan spiritual yang ia wariskan. Pemerintah daerah pun tengah mengajukan makam ini sebagai cagar budaya yang dilindungi.
Dua monumen ini mencerminkan dua sisi penting dalam sejarah bangsa: perjuangan fisik dan spiritual. Di tengah perkembangan zaman, keduanya berdiri sebagai pengingat bahwa kemerdekaan tidak hanya diraih dengan senjata, tetapi juga dengan ilmu, keteladanan, dan nilai-nilai luhur yang terus hidup dalam hati masyarakat.